Beliau menjawab : “Tidak, kecuali engkau melakukan (shalat yang lain) dengan kemauan sendiri”. Orang itu kemudian bertanya tentanng puasa, haji dan beberapa hukum lain, lalu beliau jawab semuanya. Kemudian, di akhir pembicaraan orang itu berkata : “Demi Allah, aku tidak akan menambah atau mengurangi sedikitpun dari semua itu”.
"Hadits ini merupakan dasar yang agung dalam mengetahui agama, dan di atasnyalah ia disandarkan, karena hadits ini telah mengumpulkan rukun-rukun agama." ( Syarh Al Arbain An Nawawiyah, Hal. 36. Al Maktabah Al Misykah) Kedua. Menunjukkan betapa pentingnya kelima hal ini dan merupakan kewajiban setiap muslim. Bukan kewajiban kifayah.
Bahwa pertolongan itu (datang) setelah kesabaran, dan kelapangan itu (datang) setelah kesempitan serta bahwa kemudahan itu (datang) setelah kesulitan.” Hadits ini diriwayatkan oleh Tirmidzi dan hukumnya Shahih. Syekh Ibnu Utsaimin mengambil beberapa pelajaran dari hadits ini. Pertama, pergaulan yang lemah lembut yang ditunjukkan Nabi pada anak.
Hadits ini mempunyai beberapa jalur yang saling menguatkan) 1. Yang dilarang adalah menyakiti bukan karena alasan syar’i. Sedangkan menyakiti orang lain dengan ketentuan syari’i, seperti menjatuhkan hukuman kepada orang yang berbuat dhalim atau melakukan kejahatan, maka hal itu diperbolehkan.
2. Sesungguhnya pembalasan disisi Allah ta’ala sesuai dengan jenis perbuatannya. 3. Berbuat baik kepada makhluk merupan cara untuk mendapatkan kecintaan Allah ta’ala. 4. Membenarkan niat dalam rangka mencari ilmu dan ikhlas didalamnya agar tidak menggugurkan pahala sehingga amalnya dan kesungguhannya sia-sia. 5.
lzDSF.
syarah hadits arbain ke 36